SYAIR  PENJUAL  KACANG*
     -------------------------------------
     Emha  Ainun  Nadjib (1987)


     Al-Habib , seorang  yang  dikasihi  oleh banyak orang  dan  senantiasa
didambakan kemuliaan  hatinya, malam  itu  mengimami  sholat   isya suatu  jamaah yang
terdiri  dari para  pejabat  negara  dan  pemuka masyarakat.
     Berbeda  dengan  adatnya, sesudah tahiyyat  akhir   diakhiri  dengan salam, 
Al-Habib langsung  membalikan  tubuhnya, menghadapkan  wajahnya
kepada  para  jamaah  dan menyorotkan  matanya  tajam-tajam.
     "Salah  seorang  dari kalian  keluarlah   sejenak  dari  ruang  ini,  "
katanya, "Di halaman  depan  sedang  berdiri seorang  penjual   kacang  godok.
Keluarkan  sebagian  dariuang  kalian,  belilah  barang   beberapa bungkus."
     Beberapa  orang langsung  berdiri  dan   berlari  keluar, dan  kembali
ke  ruangan  beberapa  saat  kemudian.
     "Makanlah  kalian  semua,"  lanjut   Al-Habib, "Makanlah  biji-biji
kacang itu,  yang  diciptakan oleh  Alloh dengan
kemuliaan  ,  yang dijual  oleh  kemuliaan dan  dibeli
oleh  kemuliaan." Para  jamaah  tak  begitu  memahami
kata-kata Al-habib,sehingga  sambil  menguliti    dan
memakan  kacang,  wajah  mereka  tampak  kosong.
     "Setiap  penerimaan  dan  pengeluaran   uang,"  kata  Al-Habib,
"hendaklah  dipertimbangkan  berdasarkan  nilai
kemuliaan.Bagaimana  mencari  uang,  bagaimana  sifat
proses  datangnya  uang  ke saku  kalian,  untuk  apa dan
kepada siapa  uang itu  dibelanjakan  atau  diberikan, akan
  menjadi ibadah  yang  tinggi  derajatnya  apabila
diberangkatkan  dari  perhitungan untuk  memperoleh
kemuliaan."  "Tetapi  ya  Habib,"  seorang   bertanya,
"apa  hubungan  antara  kita  beli kacang  malam  ini
dengan kemuliaan?" Al-habib menjawab,  "Penjual  kacang itu
bekerja  sampai larut  malam  atau  bahkan  sampai
menjelang  pagi.Ia  menyusuri jalanan, menembus  gang-gang  kota
dan kampung-kampung.Di  malam hari pada umumnya orang
tidur,  tetapi penjual  kacang itu amat  yakin  bahwa
Alloh  membagi  rejeki  bahkan  kepada seekor nyamuk
pun.Itu  taqwa  namanya.  Berbeda  dari  sebagian  kalian
yang sering  tak yakin akan  kemurahan  Alloh,  sehingga
cemas dan untuk  menghilangkan  kecemasan  hidupnya
ia lantas melakukan korupsi, menjilat  atasan  serta
bersedia  melakukan dosa apa  pun saja  asal  mendatangkan uang."
     Suasana  menjadi hening.Para jamaah  menundukkan   kepala
dalam-dalam.Dan  Al-Habib  meneruskan, "Istri dan anak
penjual  kacang  itu  menunggu  di  rumah,  meunggu   dua
atau tiga  ribu  rupiah  hasil  kerja  semalaman.Mereka ikhlas
dalam  keadaan  itu.Penjual  kacang  itu  tidak  mencuri
atau  memperoleh uang  secara  jalan pintas  lainnya.Kalau ia punya
situasi mental  mencuri,  tidaklah  ia  akan  tahan
berjam-jam  berjualan."
     "Punyakah  kalian  ketahanan  mental   setinggi itu?" Al-Habib
bertanya,  "Lebih  muliakah  kalian  dibanding  penjual kacang  itu,
atau  ia  lebih  mulia  dari  kalian?  Lebih  rendahkah
derajat  penjual kacang  itu  dibanding  kalian,  atau  di   mata  Alloh
ia lebih  tinggi  maqom-nya  dari  kalian?  Kalau demikian,
  kenapa  dihati  kalian selalu  ada  perasaan  dan   anggapan bahwa
seorang  penjual  kacang  adalah  orang  rendah  dan   orang
  kecil?"
     Dan  ketika  akhirnya Al-Habib  mengatakan,   "Mahamulia  Alloh  yang
menciptakan  kacang, sangat  mulia  si penjual  kacang
itu dalam  pekerjaannya,  serta  mulia  pulalah  kalian
yang  membeli  kacang  berdasar  makrifat  terhadap   kemuliaan....".
                Salah   seorang  berteriak,  melompat dan memeluk  tubuh  Al
 -Habib  erat-erat.



     * dari :
     Emha  Ainun  Nadjib
     Seribu  masjid  Satu  jumlahnya
     Tahajjud  cinta  seorang hamba
     Penerbit  Mizan  1995